Fahombo, Tradisi Lompat Batu dari Kepulauan Nias
Fahombo Batu, Tradisi lompat batu dari pulau Nias |
JATILUHURONLINE.id - BUDAYA, Tradisi melompat batu atau yang biasa disebut oleh orang Nias sebagai
fahombo batu adalah pada mulanya dilakukan oleh seorang pemuda Nias
untuk menunjukan bahwa pemuda yang bersangkutan sudah dianggap dewasa
dan matang secara fisik. Lebih jauh dari itu bila sang pemuda mampu
melompati batu yang disusun hingga mencapai ketinggian 2 m dengan
ketebalan 40 cm dengan sempurna maka itu artinya sang pemuda kelak akan
menjadi pemuda pembela kampungnya samu’i mbanua atau la’imba hor, jika
ada konflik dengan warga desa lain.
Tapi satu hal yang perlu diketahui bahwa tradisi lompat batu ini tidak
terdapat di semua wilayah Nias dan hanya terdapat pada kampung-kampung
tertentu saja seperti di wilayah Teluk Dalam. Dan satu hal lagi, tradisi
ini hanya boleh diikuti oleh kaum laki-laki saja, dan sama sekali tak
memperbolehkan kaum perempuan untuk mencobanya mengingat lompat batu
merupakan ajang ketangkasan yang nantinya bila berhasil melompat dengan
sempurna yang bersangkutan akan didampuk menjadi pembela kampungnya
ketika ada perselisihan dengan kampung lain.
Oleh karena begitu prestisiusnya kemampuan lompat batu ini, maka sang
pemuda yang telah berhasil menaklukan batu ini pada kali pertama bukan
saja akan menjadi kebanggaan dirinya sendiri tapi juga bagi keluarganya.
Bagi keluarga sang pemuda yang baru pertama kali mampu melompati batu
setinggi 2 meter ini biasanya akan menyembelih beberapa ekor ternak
sebagai wujud syukuran atas keberhasilan anaknya.
Karena suatu kebanggaan, maka setiap pemuda tidak mau kalah dengan yang
lain. Sejak umur sekitar 7-12 tahun atau sesuai dengan pertumbuhan
seseorang, anak-anak laki-laki biasanya bermain dengan melompat tali.
Mereka menancapkan dua tiang sebelah menyebelah, membuat batu tumpuan,
lalu melompatinya. Dari yang rendah, dan lama-lama ditinggikan. Ada juga
dengan bantuan dua orang teman yang memegang masing-masing ujung tali,
dan yang lain melompatinya secara bergilir. Mereka bermain dengan
semangat kebersamaan dan perjuangan.
Uniknya, konon meski sudah latihan keras tidak semua pemuda akhirnya
berhasil melewati undukan batu bersusun itu, bahkan tak jarang dari
mereka ada yang sampai patah tulang karena tersangkut ketika mencoba
melewati batu tersebut. Tapi tak jarang pula ada pemuda yang hanya
berlati sekali dua tapi langsung mampu melewati batu tersebut. Menurut
kepercayaan setempat hal ini dipengaruhi oleh faktor genetika. Jika
ayahnya atau kakeknya seorang pemberani dan pelompat batu, maka diantara
para putranya pasti ada yang dapat melompat batu. Kalau ayahnya dahulu
adalah seorang pelompat batu semasih muda, maka anak-anaknya pasti dapat
melompat walaupun latihannya sedikit. Bahkan ada yang hanya mencoba
satu-dua kali, lalu, bisa melompat dengan sempurna tanpa latihan dan
pemanasan tubuh.
Kemampuan dan ketangkasan melompat batu juga dihubungkan dengan
kepercayaan lama. Seseorang yang baru belajar melompat batu, ia terlebih
dahulu memohon restu dan meniati roh-roh para pelompat batu yang telah
meninggal. Ia musti memohon izin kepada arwah para leluhur yang sering
melompati batu tersebut. Tujuanya untuk menghindari kecelakaan atau
bencana bagi para pelompat ketika sedang mengudara, lalu menjatuhkan
diri ke tanah. Sebab banyak juga pelompat yang gagal dan mendapat
kecelakaan.
Lantas kenapa para pemuda yang mampu melompat batu kemudian akan menjadi
ksatria dikampungnya? Itu lantaran ketika terjadi peperangan antar
kampung maka para prajurit yang menyerang harus mempunyai keahlian
melompat untuk menyelamatkan diri mengingat setiap kampung di wilayah
Teluk Dalam rata-rata dikelilingi oleh pagar dan benteng desa. Maka dari
itu ketika tradisi berburu kepala orang atau dalam sebutan mereka
mangaih’g dijalankan sang pemburu kepala manusia ketika dikejar atau
melarikan diri, mereka harus mampu melompat pagar atau benteng desa
sasaran yang telah dibangun dari batu atau bambu atau dari pohon
tali’anu supaya tidak terperangkap di daerah musuh.Itu juga sebabnya
desa-desa didirikan di atas bukit atau gunung hili supaya musuh tidak
gampang masuk dan tidak cepat melarikan diri.
Dan bagi pemuda yang dapat selamat dari perangkap musuh itulah yang
kemudian akan pulang ke kampungnya dengan segala kehormatan dan
dielu-elukan sebagai pahlawan. [arsipbudayanusantaa]-(**)
0 Response to "Fahombo, Tradisi Lompat Batu dari Kepulauan Nias"
Posting Komentar