Maraknya Kejahatan di Media Sosial, Polisi Imbau Masyarakat Tidak Unggah Foto Pribadi
Kasubag Opinev Bag Penum Ropenmas Divisi Humas Polri AKBP Zahwani Pandra Arsyad (kiri) bersama Kasubdit 1 Siber Bareskrim Polri Kombes Pol Dani Kustoni (tengah) memperlihatkan barang bukti kasus pornografi online atau sextortion melalui layanan video call sex di Siber Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (15/2/2019). [Foto: Antara/Reno Esnir] |
Jakarta, Jatiluhuronline.com - Maraknya tindak kejahatan di media sosial, Polri himbau masyarakat tidak mencantumkan data privasi di akun media sosial karena dapat memberikan peluang bagi pelaku kejahatan yang memanfaatkan data tersebut. Misalnya, penawaran video layanan seks yang berujung pada pemerasan.
"Jangan mengunggah konten pribadi berupa foto, data atau identitas pribadi di dalam akun media sosial yang kemudian dapat digunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab," ujar Kasubag Opinev Bag Penum Ropenmas Divisi Humas Polri AKBP Zahwani Pandra Arsyad dalam konferensi pers di Kantor Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (15/2).
AKBP Zahwani Pandra Arsyad mengatakan, saat ini setidaknya terdapat lebih dari 100 orang yang menjadi korban pemerasan oleh sindikat layanan video seks yang berawal dari perkenalan di media sosial.
Pihaknya pun mengajak kepada pengguna media sosial agar berhati-hati dan lebih selektif dalam memilih pertemanan di media sosial, salah satu kejahatan yang sudah diketahui adalah para pelaku menggunakan akun palsu media sosial dengan foto yang diambil dari akun pengguna lain.
Selain itu, masyarakat tidak mengakses suatu laman, forum daring atau akun media sosial yang mengandung muatan pornografi. Jika terdapat pesan atau panggilan dari akun media sosial yang tidak dikenal atau menampilkan profil bermuatan pornografi, sebaiknya jangan ditanggapi.
"Kemudian, menjaga diri agar tidak menjadi objek pornografi di depan kamera baik secara luring maupun daring," kata Pandra Arsyad.
Menurut Arsyad, pentingnya menjaga diri agar tidak menjadi objek pornografi karena mungkin dimanfaatkan pihak tidak bertanggung jawab untuk memeras dengan mengancam akan menyebarkan konten itu.
Namun, apabila terlanjur menjadi korban pemerasan layanan video seksual daring atau sextortion, masyarakat diimbau tidak menuruti kemauan pelaku dan segera melaporkan aksi tersebut kepada pihak berwajib. (antara/rol/jo)